Minggu, Januari 13, 2008

Khitan Laser/Couter, The True Story -- Part I

Kesakitan di pagi buta
Suatu pagi yang masih gelap, pertengahan November lalu, Atha mendadak menjerit kesakitan. Bunda sempat shock dan bingung juga sih.Soalnya kondisi lagi separuh separuh, separuh bangun separuh tidur. Belum wake up benar. Setelah semua aman terkendali barulah kami (Bunda dan Ayah, red) tahu permasalahannya. Hutunya, maaf, Atha sakit waktu mau pipis. Mungkin saat menegang terhalang pempers. Jadi agak sakit. Sampai sekarang Atha memang masih pakai pempers kalo bobok.

Dua hari berikutnya Atha masih mengeluh sakit meski semakin hari semakin berkurang. Pas hari ketiga setelah insiden di pagi buta itu, Atha sudah tidak mengeluh hutu-nya sakit. Tapi sakitnya itu pindah ke perut bagian bawah, pas di garis bikini.
Ya Allah, kenapa ini??? Kami langsung bersiap dengan scenario terburuk. Kalau bukan gak hernia mungkin ya harus dikhitan. Atha memang ada permasalahan dengan hutu-nya itu. Pertama, kepala hutu tidak bisa keluar bila kulit jangatnya ditarik. Jadi daerah itu sama sekali tidak biasa dibersihkan. Kedua, dulu waktu bayi, scrotum yang sebelah kanan sempat lebih besar dari yang kiri.
Kami langsung berencana ke dokter spa. Sekaligus sms ke oma opa, ngabari kalau Atha kemungkinan besar khitan dalam waktu dekat. Untuk Eyangnya, Ayah menunggu hasil pemeriksaan dokter dulu.
Saran dari Dokter Spesialis Anak
Kami lupa tanggal berapa Atha dibawa ke dokter spa. Seingatnya, hari kamis malam. Dokter langsung menyarankan untuk dikhitan. Waktunya terserah kami, semakin cepat semakin baik. Karena Atha dulu pernah terkena ISK (Infeksi Saluran Kencing) dan sekarang berulang. Kalau sering berulang, dikhawatirkan bakterinya akan terus keatas, ke saluran kencing bahkan sampai ke ginjal.
Kendala untuk khitan sekarang
Sebenernya, beberapa keponakan Bunda sudah khitan saat masih balita. Bahkan beberapa hari lagi, tanggal 28 November ini, ada keponakan yang khitan karena bermasalah seperti Atha. Dan mereka semua baik-baik saja, tidak berbeda dengan anak yang khitan saat menjelang pubertas. Tapi tetep saja pas Atha yang mau khitan, sekeluarga bingung.
Opa-Omanya kasihan kalau Atha dikhitan sekarang. Usianya tanggung, takutnya belum bisa mengontrol emosi. Khawatir pas dikhitan dia akan berontak dan membahayakan dirinya.
Sama, sih. Kami juga merasa usianya tanggung. Bayi enggak, ABG enggak. Sempat juga kami berandai andai. Kalau tahu harus khitan secepatnya, mending waktu bayi. Prosesnya tinggal kres-kres. Tidak perlu negosiasi dengan si Anak, karena memang belum tau apa2. Merawat pasca khitannya juga lebih mudah. Tapi ya, mau bagaimana lagi. Sekarang memeng kondisinya seperti ini. Dan penyelesaiannya ya harus dikhitan. Kami juga tidak tega, tapi lebih tidak tega lagi kalau sampai ginjalnya yang kena gara-gara telat melakukan penanganan.
Oke, lah. Masalah urgency khitannya Atha, semua sudah satu suara. Atha memang harus cepat-cepat dikhitan. Tanggal khitan juga sudah ditentukan 30 Desember.Tapi bius lokal apa bius total?? Sempat ada friksi lagi. Kalau bius lokal, takutnya Atha berontak dan teriak-teriak. Tapi kalau bius total, takutnya nanti dia alergi bius dan jadi gak bangun-bangun alias koma seperti artis Sukma Ayu.
Alhasil, kami tetep cari info sana sini sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan Atha pakai bius lokal atau total. Kami tanya tetangga ataupun saudara yang anaknya sudah dikhitan, atau bahkan berkasus seperti Atha.
Rencana khitan dipercepat
Akhir bulan November, di suatu siang.
“Bunda, perutnya Abang kok sakit ya?” keluh Atha. Dengan harap-harap cemas Bunda bertanya,” Mau pug kali, Bang? Yang sakit yang mana?”
“Yang sini,” jawab Atha sambil menekan-nekan perut bagian bawah, pas di garis bikini. Wah, khitannya tidak bisa terlalu lama ditunda demi hari baik. Akhirnya kami berunding lagi dengan para sesepuh..:) Ada beberapa opsi, tanggal 20 atau tanggal 25. Walah, kok semua pas libur hari raya keagamaan, ya? Yang satu Idl Adha, yang satu Natal. Alhasil didapat tanggal 15 sebagai jalan tengah.
Kami putuskan juga Atha khitan di rumah. Khitan laser/couter, bius lokal, ditangani Pak Agung, Mantri yang kebetulan juga pernah mengkhitan bayi tetangga kami. Beliau paramedic UGD di RSI Siti Hajar. Hasilnya bagus, orangnya ramah, biayanya sekitar Rp 350 ribu. Itu sudah sekalian obat dan visit sekali pada hari ketiga setelah khitan.
Jauh beda biayanya sama khitan dengan bius total. Minimal 1,5 jt, bahkan bisa sampai 8 jt segala. Soalnya pakai acara nyewa ruang operasi, yang menangani juga dokter spesialis bedah dan anastesi. Belum lagi harus opname setidaknya sehari.
Sebenarnya ada juga dokter yang spesialisasi khitan laser/couter.Biayanya Rp450 ribu tidak jauh dari rumah. Tapi harus dating ke tempat prakteknya. Pertimbangan kami kalau khitannya di rumah mungkin Atha jadi lebih comfort. Tidak perlu maksa-maksa turun dari mobil untuk masuk ke ruang praktek.
Seminggu sebelum hari H
Seminggu sebelum harinya, kami sudah deal dengan Pak Agung untuk datang jam 7 pagi. Bunda juga sudah pesan kambing aqiqah yang sekalian dimasak sate gule untuk pengajian H-1 nya. Harapannya supaya besok pas proses khitanan bisa lancar sekalian juga aqiqahnya Shifa. Ribetnya juga sekalian.
Catatan:
Hutu = Alat vital laki-laki

Tidak ada komentar:

Posting Komentar